Semua manusia sudah seharusnya memiliki kemampuan berpikir. Apa yang baik dan apa yang buruk. Tindakan apa yang membawa kebaikan dan tindakan apa yang membawa keburukan.
Tapi, jangan lupa. Baik dan buruk itu masalah perspektif saja.
Setelah kalimat pembuka yang apik, ada baiknya gue minta maaf karena minggu lalu gak nulis apa-apa, even tulisan fiksi. Maaf, ya.
Yang baik menurut gue baik belum tentu menurut orang lain juga baik, juga sebaliknya, apa yang menurut gue buruk belum tentu menurut orang lain juga buruk.
Ini semua masalah didikan dan pedoman-pedoman yang diberikan dan dari mana manusia mencari atau diberikan pedomannya.
Gue besar di keluarga yang gak kristen-kristen banget dan juga bukan dari keluarga yang harmonis dan lengkap. Yah pokoknya gitu, gue merasakan figur bapak hanya sampai umur 6 tahun.
Gue belajar dari mana aja, bukan, ini bukan masalah pelajaran di bangku sekolah. Gue belajar dari pengemis sampai orang-orang yang memiliki hidup berkecukupan, dari pendosa hingga pemuka agama.
Dan itu membuat gue menjadi orang yang open-minded. Bohong, dalam beberapa hal gue cukup keras kepala.
Gue suka berpikir dengan dasar "bagaimana jika". Sangat filsuf, halah.
Dan hal yang gue pikirkan beberapa hari belakangan adalah, bagaimana jika orang orang memiliki pri-kemanusiaan yang baik.
Menurut gue, gaakan ada yang namanya status sosial yang kontras antara si miskin dan si kaya. Gaakan ada perang. Gaakan ada hal buruk.
Karena semuanya berdasarkan nurani, dan sepemikiran gue pula, nurani setiap orang sama dalam membedakan yang baik dan buruk.
Lalu kenapa sekarang orang memiliki dasar yang berbeda-beda tentang konsep baik dan buruk?
Kembali lagi tentang didikan dan pedoman yang diberikan.
Orang-orang yang besar di medan perang, memikiki harga damai yang berbeda dengan orang-orang yang besar di negara yang aman.
Orang-orang yang besar di negara dunia ketiga, memiliki harga kenyang yang berbeda dengan orang-orang besar di negara dunia pertama.
Harga sebuah keadilan untuk orang-orang yang terbiasa dengan birokrasi kotor dan licik juga berbeda dengan orang-orang yang terbiasa dengan birokrasi yang bersih dan jujur.
Semua baik dan buruk, itu hanya masalah didikan dan pedoman.
Tapi, jangan lupa ada zona yang gue beri nama zona abu-abu. Zona yang gak baik juga gak buruk.
Seperti, memberikan uang kepada pengemis. Menurut hukum itu ilegal, tapi menurut masyarakat itu suatu hal yang baik.
Juga, merokok dengan meminta izin, beberapa daerah menetapkan ada beberapa kawasan yang harus bebas rokok. Tempat ibadah, lingkungan sekolah, RS, dan lain-lain. Tapi bagaimana jika perokok meminta izin terlebih dahulu? Lagi, ini zona abu-abu, bung.
Zona abu-abu ini terkadang, jika tidak dilakukan benar dan jika dilakukan tidak apa-apa, berlaku sebaliknya, jika tidak dilakukan tidak apa-apa jika dilakukan benar.
Zona abu-abu ini masih konsepsi dasar saya sendiri sih. Masih banyak cacatnya.
Yah, pada akhirnya kembali lagi tentang didikan.
Apa yang diberikan ke dalam kepala, juga akan memiliki pengaruh ke pola pikir.
Baik dan buruk hanya masalah perspektif dan itulah harga sebuah didikan.
Salam hangat, Kevin Jordanus.
No comments:
Post a Comment