Monday, April 25, 2022

Aku Tidak Ingin Mati di Umur 100

Masih Merokok dan jari telunjuk dan jari tengah sudah menguning karena tar. Mengendarai motor tua yang bukan pemberian dari ayah, karena beliau pergi di pertengahan 2004, 7 tahun waktu itu.

Belum bisa berhenti bertanya dan tanda bahwa daya listrik harus diisi ulang sudah berbunyi. Biaya kampus swasta yang bukan main. Pada tanggal 15 berhenti mengecek sisa saldo, sembari berharap bisa menghidupi diri hinggal tanggal 25.

Tab favorit pada google chrome, basian cita dan asa. Yang mungkin tidak akan pernah terjadi, yang harusnya tidak pernah diklik kiri. Berakhir menjadi duri dalam daging, hanya berujung tanya, "untuk apa pikiran ini pernah terlintas"

Sore tanpa tujuan, sembari menikmati kemacetan Ibu Kota, menunda melihat kerut di wajahnya. Pulang ke kota satelit itu, lanskapnya tak ubahnya wajah teman taman kanak-kanakmu, tak bisa kau kenali dan terasa asing.

Bangun, Bangun, Bangun. Kau berharap bahwa kau adalah wilayah pemekaran yang infrastrukturnya penuh dibiayai pemerintah. Mengutuk rajah di lengan kirimu, karena patah hati hilang jalanmu untuk dana pensiun seumur hidup. 

Lagu-lagu pop punk disetel pukul 7. Entah mengapa pada pukul 12, bertanya mengapa botol intisari itu berhenti mengisi gelas. Sudah dini hari, menunggu pesan dari yang terkasih. Pada layar gawai yang sudah retak dan hanya berfungsi pada bagian kanan saja. tersadar bahwa selama 3 tahun bukan kasih hanya kisah.

menghitung privilege, setelah 25 baru sadar bahwa menjadi laki-laki belum cukup. imej-imej yang ada di kepalamu harus remuk terbentuk realita. sayup-sayup terdengar bunyi tawa, lihat, realita sedang terpingkal.

melihat sepatu usangmu, yang solnya direparasi 2 hari lalu, aroma aibonnya masih menyengat. serta kemeja flanel yang dipertahankan dari masa kuliahmu, jahitannya berteriak, "Jadikan kami seka kaki!!!"

mengoyang kotak rokok dan berdoa. tersisa satu dan memori otot membantumu merogoh korek pada saku kemeja. satu hisap-dua hisap. meracau pada tembok, suara tak berbalas. sudah pukul 12 lewat. berteriak dengan suara sumbang, napas dalam setelahnya, disusul tumbang badanmu pada kasur per usang.

sebelum terpejam, bergumam, "Oh Tuhan ini neraka. Petrus benar, mati adalah keuntungan."

No comments:

Post a Comment