Beberapa bulan lalu gue sempat berbincang dengan seorang teman, berawal dari hanya sekadar memulangkan barang, topik perbincangan malah jadi melebar ke kiri dan kanan.
Tapi muaranya masih sama, tidak lari, tentang karya dan pekerjanya. Tidak, mungkin lebih sempit, seni dan pekerja seni.
Mulai dari buku, film, musik, sutradara, entah, bahasan kami mungkin terlalu banyak.
Tapi satu yang gue sadari, kami sama-sama memiliki kepercayaan terhadap seorang pekarya.
Jaminan mutu bahwa karya seorang pekarya akan memuaskan batin -untuk gue karya seni lebih dari hanya memuaskan panca indra, sih.
Referensi pribadi gue sih... gue mentok di Eiichiro Oda nih kayaknya. Hahaha
Untuk komik kiblat gue masih ke jepang, oh, ada komikus lokal yang entah gue telat sadar tapi cara dia menyampaikan ceritanya itu khas, mas Sweta Kartika. Musik gue gak terlalu ngulik tapi akhir-akhir ini lagi pengen banget nonton feast manggung, jatuh cinta sama lagu Camkan. Untuk film, gue juga gak snob banget sih, gue nonton ya kalo ada uang aja. Pft. Tidak ada nama sutradara spesial yang filmnya harus gue tonton semua.
Tapi, untuk Coldplay rasanya kepercayaan gue rusak dengan dirilisnya album terakhir mereka. Terkesan seperti memaksakan kebahagiaan. Untuk gue, Coldplay itu sosok yang mampu menyampaikan patah hati. Gue gak bilang nuansa Coldplay gak boleh ingar-bingar, tapi --untuk gue-- coldplay adalah nada-nada minor.
---
Kepercayaan antara pekerja karya dan penikmatnya tidak dibangun hanya semalam. Butuh bertahun-tahun untuk membangun kepercayaan itu.
Contoh lainnya, gue dan Yoichi Takahasi. Gak peduli berapa banyak serial Captain Tsubasa yang udah ada, gue tetap menikmati karya beliau. Lebih luas, kepercayaan gue terhadap produk yang gue udah gunakan/nikmati sejak lama.
Lo mau baca komik amerika, gue gak masalah baca komik jepang.
Lo mau nulis pake pen mahal pun, gue gak masalah pake pulpen faster.
Lo ios user, gue gak masalah kok jadi android user.
Toh akhirnya memang begitu, kepercayaan memang bukan sesuatu yang murah, itu dibangun dengan sesuatu yang mahal, waktu. Di samping waktu, juga ada tenaga, pikiran, bahkan mungkin darah.
Yah, makanya agak aneh kalau beberapa orang indonesia menganggap kepercayaan sebagai sesuatu yang bisa didapat dengan hanya embel-embel karya anak bangsa... atau jumlah followers.
Gak tau ya, beberapa orang masih ngejar followers padahal gak punya konten yang bagus. Karena sesungguhnya jumlah followers bisa beli, tapi konten itu masalah cita rasa, perasaan dan keresahan yang ingin disampaikan.
Kalau memang bisa membuat gue memberi kepercayaan gue terhadap produk indonesia, gue gak masalah kok pake produk indonesia.
Semoga sisa minggu ini menyenangkan, cheers!
No comments:
Post a Comment