Agar tulisan ini terkesan berbobot gua pake kata saya sebagai kata ganti orang pertama ya. Iya. Aha, cuma bercanda kok.
Indonesia identik banget dengan orang-orang (yang katanya) baik, ramah, suka menolong dan berbagai macam kebaikan yang sedap dipandang dan enak untuk didengar. Padahal kalau dikaji lebih dalam, ini hasil psikologis dari negara bekas jajahan, iya, merasa rendah di hadapan orang yang superior. Sebut aja, orang kaya, orang yang berpendidikan tinggi, anak kecil, juga nenek-nenek renta. Kenapa ada anak kecil dan nenek-nenek renta? Karena mereka bisa tiba-tiba bisa jadi superior apabila: 1. Si anak kecil nangis jungkir balik, 2. Nenek-nenek renta ini sakit jantungnya kumat, dan berbagai macam contoh lainnya.
Izinkan saya membeberkan beberapa hasil observasi saya.
Indonesia dijajah Belanda 350 tahun, oh tentu itu bukan waktu yang singkat. Tapi yang jelas Belanda menduduki Indonesia lebih dari 350 tahun. Saat pertama kali Belanda dateng ke Indonesia, itu buat nyari rempah-rempah. Jangan bilang gua sok tau, itu ada di buku pelajaran SMP, bahkan SD.
Dan lihat dampak setelah 350 tahun dan 69 tahun setelahnya, orang Indonesia gak punya kepercayaan diri yang tinggi kalo belom mapan, kalo belom punya mobil, kalo belom punya apartmen di agung podomoro land. Rakyat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah jadi minder. Jelas banget, ketara deh pokoknya.
Gua harusnya jadi salah satu orang yang minder itu. Harusnya. Gua cuma tamat SMA, gua masih tinggal di rumah bekas almarhum kakek gua, dulu uang jajan gua pas SMA cuma 25 ribu, termasuk ongkos, uang makan dan tetek bengek yang tiba-tiba sekolah keluarkan. Harusnya gua minder, harusnya gua cuma manggut-manggut sama orang yang lebih kaya dari gua, harusnya.
Dan satu hal yang bisa saya sadari, psikologis rakyat Indonesia yang dulu merasakan jaman penjajahan, turun ke anak cucunya. Menurut gua ini salah satu gangguan kejiwaan, budaya mengalah. Mengalah sama yang lebih kaya, budaya mengalah sama yang lebih tua, mengalah sama yang lebih muda. You name it.
Pakai gua sebagai salah satu contoh kasusnya.
Gua sering pergi naik KRL, gua tau sumpeknya KRL itu gimana, tau banget. Dapet duduk di gerbong yang penuh itu enak banget. Enak banget. Dan beberapa minggu lalu ada kejadian, gua dari stasiun Duri mau ke stasiun Depok Baru. Gua udah dapet tempat duduk, udah enak, udah nyaman. Kemudian ada satu nenek, linglung gitu, di sampingnya ada orang abis ngantor, bapak-bapak. Nah bapak tersebut langsung ngeliat gue, minta gua berdiri biar si nenek ini duduk. Dan ya kelanjutannya gua berdiri, si nenek ini duduk. Tapi sebelum berdiri gua kasih argumen sama bapak ini. Gini bunyinya, "pak maaf. Ini kursi umum, kursi prioritas ada di ujung rangkaian. Hak eksklusif nenek itu ada di sana, bukan di sini." Dan kemudian si bapak jawab, "lu masih muda aja banyak bacot. Udah berdiri aja apa susahnya sih." Dan ya, gua berdiri.
Sebenarnya sih gua bakal dipandang sebagai anak muda yang baik hati apabila gak menyampaikan argumen gua. Tapi inilah bahaya latennya. Orang Indonesia pinginnya dikasihanin.
Gua tau kapan gua harus mengalah. Gua tau persis kapan. Dan jangan suruh gua mengalah untuk hal yang gua gak mau. Dan harusnya, orang Indonesia lainnya juga begitu. Paham di mana dan kapan harus me-klaim haknya, bukan minta dikasihani buat me-klaim haknya.
Banyak budaya yang sekilas terlihat baik, tapi secara gak sadar malah merusak sesuatu yang baik, kasus gua tadi contohnya. You can call me cold hearted, now.
Bahayanya lagi, budaya ini berkembang jadi pola pikir. Yang kalo gak dilakukan bisa membawa rasa bersalah dalam batin. Banyak yang harus diubah di negara ini. Bukan cuma infrastuktur dan ekonomi aja, pola pikir juga sama pentingnya dengan infrastruktur dan ekonomi.
Pahami hal-hal tentang budaya kita yang ternyata itu adalah hasil dari ketakutan masa lalu. Gua gak akan contoh negara maju manapun, tapi satu hal yang gua tau, negara-negara maju itu tau kapan harus melakukan kewajiban dan menagih hak, juga gak terikat dengan kebiasaan-kebiasaan lama.
Bukan mahasiswa dari universitas manapun, Kevin Jordanus.
No comments:
Post a Comment